Left and Right Brain: We've Been Deceived!
>> Monday, October 8, 2012
Sejak awal tahun 200-an, saya adalah salah satu penganut teori peran belahan otak kiri dan kanan. Hal ini dimulai dari buku yang saya baca Quantum Learning karangan Bobbi DePorter yang diterbitkan oleh Kaifa. Teori ini menyatakn bahwa otak kiri lebih berperan pada fungsi logika dan otak kiri pada fungsi kreatif. Tidak hanya sampai menjadi penganut yang setia, tidak sedikit pelatihan yang saya pernah berikan kepada siswa atau orang dewasa mengenai topik ini dalam hubungannya dengan pendidikan dan pembelajaran. Saya sangat menyukai topik ini, bahkan boleh dikatakan cukup fanatik. Saya membaca buku-buku, mendengarkan seminar-seminar dan mengumpulkan artikel-artikel yang berhubungan dengannya, sungguh sesuatu yang menyenangkan mempelajarinya. Hingga suatu saat...
Saya membaca buku karangan Margaret E. Gredler, Learning and Instruction dan saya menjadi sangat terkejut. Pemahaman saya mengenai kerja otak belahan kiri dan kanan yang sangat populer itu, ternyata hanyalah sebuah isapan jempol belaka, atau dalam dunia neurologi disebut neuromythology, sebuah mitos! Tapi, mengapa bisa sedemikian populernya teori peran belahan otak ini?
Ternyata, beginilah kisahnya,
Pada tahun 60-an dilakukan penelitian terhadap pasien pengidap epilepsi yang mengalami putusnya corpus callosum (jaringan yang menghubungkan otak belahan kanan dan kiri). Peneliti ini akhirnya hanya dapat memberikan rangsangan kepada salah satu belahan otak saja pada saat yang sama. Pada akhirnya mereka menyimpulkan bahwa dua belahan otak ini bertindak secara independen untuk proses-proses tertentu, yang pada penelitian lanjutan digolongkan dengan otak kiri untuk memproses logika dan otak kanan proses kreatif. Hasil ini kemudian dikuatkan oleh media yang terlalu menyederhanakan dan menggeneralisasi temuan-temuan ini secara sembrono.
Dalam forum-forum neurosains yang disponsori oleh Organization for Economic Co-operation and Development, keyakinan atas temuan-temuan sembrono ini disebut neuromythologies atau sebuah mitos belaka. Nah, untuk menjawab pertanyaan mengapa teori belahan otak ini menjadi sangat populer adalah karena kesederhanaan teori ini dan pengaruh media yang meledakkan hasil temuan.
Dengan adanya informasi baru mengenai teori ini, saya terus terang harus 'bertobat' dari pengertian saya yang salah. Sebagai bukti keinsyafan, saya sedang mempelajari lebih jauh mengenai akibat dari adanya belahan otak ini dan hubungannya terhadap pembelajaran. Hingga saat ini setidaknya saya menemukan dua hal:
1. Michael S. Gazzaniga dari Harvard University, menemukan bahwa belahan otak kiri cenderung bersifat menemukan dan menafsirkan sedangkan otak kanan bersifat meyatakan kebenaran dan harafiah:
"the left hemisphere is "inventive and interpreting", whilst the right brain is "truthful and literal."
2. Elkhonon Goldberg, seorang neuroscientist menjelaskan bahwa asosiasi antar belahan dalam hubungannya dengan bahasa adalah relasi antar belahan bersifat dinamis, tugas-tugas baru ditangani otak kanan dan kontrol beralih ke otak kiri setelah tugas-tugas itu menjadi sebuah rutinitas. Lebih jauh ia mengungkapkan bahwa perbedaan biokimia dan struktural antara kedua belahan tidak cukup untuk menyimpulkan ada yang berbeda di antara keduanya.
Dengan demikian sebaiknya teori peran belahan otak yang independen (kanan dan kiri) sudah saatnya dikuburkan dengan melakukan upacara yang sehikmat mungkin.Karena setidaknya teori ini telah berhasil menghipnotis jutaan orang dan ribuan pendidik untuk mengajarkan pada anak-anak, termasuk saya...
Saya membaca buku karangan Margaret E. Gredler, Learning and Instruction dan saya menjadi sangat terkejut. Pemahaman saya mengenai kerja otak belahan kiri dan kanan yang sangat populer itu, ternyata hanyalah sebuah isapan jempol belaka, atau dalam dunia neurologi disebut neuromythology, sebuah mitos! Tapi, mengapa bisa sedemikian populernya teori peran belahan otak ini?
Ternyata, beginilah kisahnya,
Pada tahun 60-an dilakukan penelitian terhadap pasien pengidap epilepsi yang mengalami putusnya corpus callosum (jaringan yang menghubungkan otak belahan kanan dan kiri). Peneliti ini akhirnya hanya dapat memberikan rangsangan kepada salah satu belahan otak saja pada saat yang sama. Pada akhirnya mereka menyimpulkan bahwa dua belahan otak ini bertindak secara independen untuk proses-proses tertentu, yang pada penelitian lanjutan digolongkan dengan otak kiri untuk memproses logika dan otak kanan proses kreatif. Hasil ini kemudian dikuatkan oleh media yang terlalu menyederhanakan dan menggeneralisasi temuan-temuan ini secara sembrono.
Dalam forum-forum neurosains yang disponsori oleh Organization for Economic Co-operation and Development, keyakinan atas temuan-temuan sembrono ini disebut neuromythologies atau sebuah mitos belaka. Nah, untuk menjawab pertanyaan mengapa teori belahan otak ini menjadi sangat populer adalah karena kesederhanaan teori ini dan pengaruh media yang meledakkan hasil temuan.
Dengan adanya informasi baru mengenai teori ini, saya terus terang harus 'bertobat' dari pengertian saya yang salah. Sebagai bukti keinsyafan, saya sedang mempelajari lebih jauh mengenai akibat dari adanya belahan otak ini dan hubungannya terhadap pembelajaran. Hingga saat ini setidaknya saya menemukan dua hal:
1. Michael S. Gazzaniga dari Harvard University, menemukan bahwa belahan otak kiri cenderung bersifat menemukan dan menafsirkan sedangkan otak kanan bersifat meyatakan kebenaran dan harafiah:
"the left hemisphere is "inventive and interpreting", whilst the right brain is "truthful and literal."
2. Elkhonon Goldberg, seorang neuroscientist menjelaskan bahwa asosiasi antar belahan dalam hubungannya dengan bahasa adalah relasi antar belahan bersifat dinamis, tugas-tugas baru ditangani otak kanan dan kontrol beralih ke otak kiri setelah tugas-tugas itu menjadi sebuah rutinitas. Lebih jauh ia mengungkapkan bahwa perbedaan biokimia dan struktural antara kedua belahan tidak cukup untuk menyimpulkan ada yang berbeda di antara keduanya.
Dengan demikian sebaiknya teori peran belahan otak yang independen (kanan dan kiri) sudah saatnya dikuburkan dengan melakukan upacara yang sehikmat mungkin.Karena setidaknya teori ini telah berhasil menghipnotis jutaan orang dan ribuan pendidik untuk mengajarkan pada anak-anak, termasuk saya...