WELCOME! Salam Sejahtera! Senang sekali mendapat kunjungan dari Anda. Berikan komentar Anda di akhir setiap posting (klik link: write your comment here!), komentar Anda sangat berharga bagi saya. Terima Kasih. Please Enjoy...

HOT Search

HOT Translate

Kill Your Children 'Sweet'-ly!

>> Thursday, January 26, 2012

Judul di atas memang provokatif, saya sengaja menuliskannya, karena ini adalah propaganda dari hampir semua industri makanan di jaman ini. Walau mereka tidak menyatakannya secara langsung, tapi ini adalah fakta yang sebenarnya: mereka ingin membunuh pelan-pelan anak Anda dengan cara yang 'manis'!

Sebuah media cetak nasional kemarin menerbitkan suplemen mengenai gizi anak. Hal ini amat langka dilakukan oleh media, karena topiknya kurang menggigit dan menjual. Namun saya sangat mengapresiasi penerbitan ini; dikarenakan isu nutrisi, khususnya pada anak, di negeri ini telah kalah pamor dengan berita-berita korupsi, politik dan lainnya.


fattest man in the world, 600kg
Ada apa dengan nutrisi anak di Indonesia? Saya akan mulai dari fakta berikut: fenomena kebanyakan negara maju adalah berkembangnya populasi orang-orang obesitas atau kelebihan berat badan. Menurut Wikipedia, Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Misalnya, anak usia 10 tahun normalnya memiliki berat badan sekitar 30 kg, namun bila ia memiliki berat 40kg ia sudah tergolong memiliki obesitas ringan.


Nah, gejala anak-anak obesitas mulai muncul di kota-kota besar di Indonesia, padahal negara ini belum dikategorikan negara maju! Mengapa bisa demikian? Ini karena pola makan, gaya hidup dan sikap konsumtif sebagian mansyarakat kita yang belum disiplin. Gempuran makanan yang dibumbui gengsi dengan mudah mempengaruhi sebagian masyarakat. Saya teringat ketika sebuah gerai fast food terkemuka dibuka di dekat tempat saya tinggal. Gerai itu menawarkan diskon 50% untuk semua pengunjung yang membeli salah satu produknya,, sontak antrian panjang mengular di gerai tersebut sepanjang hari pertamanya buka di wilayah kami. Di Indonesia sendiri, menurut data tahun 2004, jumlah obesitas para pria 9% (sekitar 19 juta jiwa), sedangkan wanita 11% (sekitar 23 juta jiwa); jumlah ini terus meningkat setiap tahun. Sedangkan pada tahun 2007, penduduk diatas 15 tahun yang mengalami obesitas mencapai 19% (sekitar 30 juta jiwa)

Mengapa obesitas jadi sorotan para pakar nutrisi dan medis? Obesitas bisa dikatakan sebagai 'pintu' masuk penyakit-penyakit berbahaya seperti diabetes, darah tinggi, gangguan penafasan dan jantung, bahkan bisa berujung pada stroke atau kanker. semua penyakit tersebut adalah penyakit pembunuh umat manusia paling berbahaya saat ini menurut WHO. Bila anak-anak tidak mendapatkan nutrisi yang terbaik, kita akan kehilangan sebuah generasi, atau setidaknya kehilangan generasi yang bermutu. Sayangnya, sebagian besar masyarakat belum paham benar mengenai obesitas ini, khususnya penyebab dan penanggulangannya.

Tidak sedikit faktor penyebab obesitas, diantaranya adalah pola makan yang tidak disiplin, kandungan gizi dalam makanan yang dikonsumsi tidak seimbang, hingga anak-anak yang semakin jauh dari aktifitas fisik dan lebih memilih sebagai 'couch potato'. Anak-anak sekarang lebih banyak duduk dan menikmati tontonan atau bermain permainan elektronik, dari pada kegiatan yang melibatkan seluruh fisiknya. Satu hal yang saya ingin saya soroti saat in adalah tentang asupan, khususnya GULA sebagai pelaku utama bertambahnya berat tubuh. Mungkin Anda bertanya, lho bukannya LEMAK? Lemak, khususnya yang jenuh memang juga berbahaya bagi tubuh, tapi tidak sejahat gula. Pasokan energi yang pertama kali diolah tubuh untuk semua aktifitas kita adalah gula. Bila gula bertumpuk, maka lemak pun bertumpuk; inilah yang mengakibatkan orang lebih menyalahkan lemak dari pada gula. Padahal oleh karena gula yang terlalu banyak dalam tubuhlah yang mengakibatkan lemak tak diproses secara seharusnya.

Gula adalah bahan bahan tambahan pangan (food additive) terbesar yang digunakan dalam makanan. Garam menempati posisi nomor dua, namun jumlahnya tidak sampai 1/3 gula. Gula tidak hanya ditemui pada bentuknya yang umum, yaitu gula pasir, tetapi gula banyak tersembunyi pada makanan atau minuman yang dikonsumsi sehari-hari. Tidak heran mengapa orang tidak bisa mengerti anaknya menjadi obesitas padahal sedikit sekali mengkonsumsi gula (gula pasir). Padalah karena minimnya pengetahun, ternyata gula jaman ini telah berubah bentuk dan bersembunyi dengan baik di hampir setiap makan terproses (processed food).

Idealnya, konsumsi gula harian untuk anak adalah 12 gr/ 3 sendok teh per hari. Sedangkan untuk dewasa bisa hingga 3 kalinya. Namun coba kita lihat contoh kasus si Dodo yang berusia 5 tahun, pagi hari ibunya membuatkan susu yang ditambah gula 2 sendok makan (16 gr), ibunya juga memberikan sebungkus biskuit sebagai teman sarapan yang di kemasannya tertulis mengandung gula 11 gr. Menjelang siang yang panas terik, Dodo mampir ke warung untuk membeli sekaleng minuman ringan yang mengandung gula 40gr dan meminumnya sampai habis. Ia kurang tertarik dengan makan siangnya, sehingga makan sedikit. Karenaya dua jam kemudian ia kembali lapar dan mengambil dua bungkus coklat di kulkas, yang masing-masing mengandung gula setidaknya 10gr.

Saat makan malam ia menikmati fast food yang mengandung gula setidaknya 15gr. Sebelum Dodo terlelap ia telah mengkonsumsi setidaknya 120gr atau 30 sendok teh gula!!! Gula ini sebagian terpakai untuk diolah menjadi energi dengan kerja yang sangat keras dari hati dan pankreas, sisanya disimpan di otot dan hati sebagai cadangan. Jika Dodo melakukannya setiap hari sepanjang 365 hari setahun, apakah Anda bisa membayangkan berapa berat tubuhnya di akhir tahun? Terlebih lagi, gula yang tersimpan di tubuhnya akan berpengaruh banyak pada aktifitasnya dan kerja otaknya. Dodo akan menjadi 'malas' untuk beranjak dari sofa tau ranjangnya, ia lebih memilih menonton TV atau bermain PC games, cenderung malas untuk berpikir dalam belajar karena selalu mengantuk dan lemas akibat gula yang berlebih dalam tubuhnya.

Sangat sulit untuk membatasi konsumsi gula di jaman ini. Kita sebagai orang tua telah dikepung dengan makanan pabrikan yang dengan gencar dan ngotot membombardir pikiran anak-anak agar menikmati produknya. Tidak ada jalan lain selain mengikuti nasihat orang tua jaman dulu: kita perlu tegas demi masa depan anak yang sehat dan berkualitas. Sebisa mungkin mereka tidak mengkonsumsi makan mengandung gula tinggi tapi tidak mengenyangkan. Menyiapkan makanan ringan / snack alternatif rendah gula atau gula sederhana, seperti buah-buahan atau jus. Menjauhkan lidah anak dari restoran siap saji dan minuman ringan (soft drink).

Anak saya sampai hari ini tidak saya ijinkan mengkonsumsi permen dan soft drink dalam bentuk apa pun. Kami pergi ke restroran siap saji kurang dari sebulan sekali. Memberikan makanan ringan dlam jumlah yang sangat terbatas. Dan anak saya masih hidup bahkan menjalani hidup dengan ceria. Kami melakukannya demi umur panjangnya dan kualitas hidupnya di masa datang.

Bagaimana pengalaman Anda?

Parentless Children of the 21st Century - PART 1

>> Wednesday, January 11, 2012

Dalam pengamatan saya, tidak sedikit ibu, khususnya kaum kelas menengah, yang turut berkarir atau bekerja. Jabatan ibu rumah tangga semakin sedikit ditemui tercantum di KTP perempuan yang sudah menikah. Banyak alasan yang dikemukakan, mulai dari ingin membantu suami meningkatkan taraf dan gaya hidup keluarga, hingga alasan tak betah atau tak kuat di rumah mengurus rumah tangga dan anak.

Fenomena abad 21 ini patut dicermati. Di satu sisi, kedua orang tua yang bekerja patut di acungi jempol. Hal ini salah satunya berangkat dari keinginan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga, khususnya anak. Namun hal ini menjadi persoalan besar bila dilihat dari sisi peran orangtua dalam mendidik anak. Sepanjang anak membuka mata dalam tiap harinya, mereka nyaris tidak bertemu dengan orangtua atau bila pun bertemu waktu efektif yang tercipta nyaris tidak ada. Masalah ini menjadi semakin buruk ketika usia anak masih tergolong balita, di mana pembentukan pola pikir, tingkah laku dan sikap dasar terbentuk.

Para ahli pendidikan anak menyatakan usia balita adalah usia emas. Di usia ini, anak sangat membutuhkan peran orangtuanya secara nyata. Kehadiran adalah satu hal dan berfungsi atau berperan sebagai orangtua adalah hal lain.Anak usia ini membutuhkan orang tua yang hadir dan berfungsi. Pengalihan peran kepada pihak lain, baik itu pembantu atau anggota keluarga lain akan berdampak pada perbedaan signifikan atas tumbuh kembang anak. Saya mempercayai anak yang bertumbuh dan berkembang dengan baik hanya diperoleh dari kerja keras orangtuanya dalam mendidik anak.

Tidak sedikit orangtua yang bekerja keras dalam mencari nafkah, tetapi sedikit orangtua yang bekerja keras dalam mendidik anaknya. Mungkin Anda bertanya, bukankah dengan bekerja orangtua juga sedang memberikan kehidupan bagi anaknya? Saya berpikir, bekerja adalah bukan tujuan dalam mendidik anak, tetapi hanya salah satu jalan dalam mendidik anak. Anak memang perlu melihat teladan orangtuanya dalam bekerja dengan rajin dan pantang menyerah. Tapi tentunya bukan hanya itu teladan yang ia perlu lihat. Ia juga perlu melihat dan mengalami kepedulian orangtuanya secara langsung dan nyata.

Ada tarik menarik yang sangat kuat bagi sebagian orangtua di jaman ini. Apakah salah satu orangtua saja yang bekerja dan satunya di rumah; atau keduanya bekerja dan berharap dapat berperan sebagai orangtua sepulang kerja atau di akhir minggu. Salah satu orangtua di rumah tidak menjamin anak terdidik dengan seharusnya. Adakalanya orangtua yang bekerja bersikap lepas tangan terhadap pendidikan anak dan menyerahkan tanggung jawab pada pasangannya yang di rumah. Di samping itu orangtua yang keduanya bekerja berharap dengan uang yang dimilikinya bisa mengganti peran atau memenuhi kebutuhan ekstra bagi anaknya. Anak diserahkan pada anggota keluarga yang dipercaya atau pada pembantu yang berusia remaja. Hal ini menimbulkan dilema, karena di lain pihak sebagian orangtua merasa sangat bahagia bisa melihat perkembangan anaknya tahap demi tahap atau menyirami anak dengan nilai-nilai hidup yang akan menjadi bagian hidupnya dimasa datang.

Jadi hal apa yang paling bijaksana yang harus diputuskan sebagai orangtua muda di jaman ini?

Esemka, Indonesian Students-made Car

>> Tuesday, January 10, 2012

Berawal dari seorang Sukiyat yang peduli dengan pendidikan, SMKN 1 Kediri di Jawa Tengah kini menjadi buah bibir di media-media nasional. Keberhasilan siswa merakit mobil yang 80%-nya adalah komponen lokal telah mempengaruhi paradigma para pengambil keputusan di pemerintahan.

Sebuah media bahkan mempertanyakan mengapa Badan Riset Negara yang dibiayai triliunan rupiah selama bertahun-tahun tidak mampu melakukan sedikitpun dari apa yang telah dilakukan para siswa SMK itu. Di lain pihak, para politisi tengah mencari celah untuk menguntungkan dirinya dalam situasi ini, dari memberikan komentar hingga memakai mobil yang diberi nama Kiat Esemka ini. Kementrian pendidikan pun tidak kalah heboh 'merawat' prestasi sekolah ini.

Sebenarnya ini adalah sebuah fakta dimana siswa, khususnya siswa SMK tidak bisa disepelekan. Dengan suntikan motivasi, keterampilan dan kesempatan mereka mampu membuktikan bahwa bangsa Indonesia seharusnya bisa lebih maju teknologinya dari yang sekarang ini. Lalu apa yang salah selama ini, sehingga para pakar di negeri ini dipaksa untuk mengakui keunggulan dan keuletan para siswa SMK untuk membuat mobil? Kemana para insinyur atau pengusaha terbaik negeri ini, yang masih termehek-mehek dengan produk luar? Produksi Esemka ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan, teknologi dan industri Indonesia. Sudah saatnya Indonesia mengedepankan alih teknologi dan alih keterampilan untuk mewujdkan produk-produk kebanggaan nasional.

Topi juga perlu diangkat kepada Bapak Sukiyat yang berkorban dan peduli untuk memajukan keterampilan siswa SMK ini. Perannya sebagai komite sekolah yang dijalankan dengan efektif telah menghasilkan buah yang manis yang akan menjadi awal kemajuan teknologi di Indonesia.