WELCOME! Salam Sejahtera! Senang sekali mendapat kunjungan dari Anda. Berikan komentar Anda di akhir setiap posting (klik link: write your comment here!), komentar Anda sangat berharga bagi saya. Terima Kasih. Please Enjoy...

HOT Search

HOT Translate

THE CENTER OF EDUCATION

>> Wednesday, December 10, 2014

Tulisan Acep Iwan Saidi (Kompas, 2 Desember 2014) dalam responnya terhadap pidato Mendikbud, Anies Baswedan pada hari Guru, memaknai pesan Mendikbud dengan memposisikan Guru sebagai pusat dalam pendidikan.

Guru merupakan bagian yang penting dalam suatu sistem pendidikan, bahkan menjadi sangat penting dalam keberadaannya di antara para anak didiknya. Guru, ia memberikan teladan di hadapan para siswanya, dari belakang ia memberikan dorongan dan di antara mereka ia memberikan membangun semangat, demikian kata Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara. Tanpa guru pemimpin-pemimpin bangsa ini tidak akan pernah lahir. Sungguh mulia panggilan seorang guru. Memang tepat langkah Mendikbud untuk menempatkan ulang profesi guru pada tempat yang seharusnya baik oleh pemerintah maupun masyarakat luas. Hanya saja, kita semua juga perlu berhati-hati mengenai posisi guru ini.

Walaupun guru merupakan faktor penting dalam pendidikan tetapi ia bukan merupakan pusat dalam pendidikan. Jika pusat berarti salah satu dari fokus, inti, induk atau pokok, maka tidaklah tepat menempatkan guru sebagai pusat dari pendidikan. Guru bukanlah fokus pendidikan, ia juga bukan inti pendidikan, bukan juga induk atau pokok pendidikan. Guru sangat penting, tetapi ia tidak seharusnya diposisikan sebagai pusat pendidikan. Sebuah sistem pendidikan yang berpusat kepada guru akan membawa arah pendidikan ke arah yang tidak semestinya.

Guru memang harus sejahtera. Kesejahteraan guru, terutama di daerah, memang belum mencukupi; tetapi tidak berarti kita harus memposisikan guru sebagai pusat pendidikan. Guru tidaklah pernah dididik untuk memiliki mental dilayani, melainkan melayani. Guru yang bekerja di bawah UMR tidak pernah mogok demi uang semata, tetapi ia tahu ada sejumlah anak di sana yang membutuhkan teladannya saat masa sulit menerpa. Guru tetap melayani. Inilah salah satu kemuliaan profesi guru. Namun sekali lagi, guru bukanlah pusat pendidikan.

Guru memang harus ditingkatkan kualitasnya, baik secara pedagogis maupun secara kepribadian. Namun sekali lagi guru bukanlah barang pabrikan yang perlu dicekoki banyak pelatihan dan pendidikan. Dengan segala keterbatasan, penulis sangat menaruh hormat dan keseganan yang besar pada guru yang penuh dengan keterbatasan di ujung pelosok negeri ini. Mereka mengajar dengan hati, bukan dengan metodologi terkini atau kecakapan dari bangku kuliah. Guru tetap mengabdi. Inilah juga kemuliaan profesi guru, tetapi hal ini juga tidak cukup untuk menjadikannya sebagai pusat pendidikan.

Guru memang harus dihargai. Pekerjaan memuliakan anak didik dari nothing into something hanya dapat dilakukan oleh seorang berhati guru dalam arti luas. Suatu saat dalam masa dewasa seseorang, ia akan kembali mengingat sentuhan, perkataan dan teladan gurunya. Tidak bisa tidak, ia akan mengenangnya sebagai sebentuk penghargaan pada gurunya. Seumur hidupnya sang guru melihat anak-anak didiknya menjadi orang yang berhasil, dan ia tetap di sana, mendidik hingga waktunya usai. Guru tetap memberi. Penghargaan kepada guru untuk menjadikannya sebagai pusat pendidikan, sekali lagi tidak tepat untuk diberikan kepadanya.

Dalam masa datang penulis berharap, baik pemerintah maupun masyarakat tidak menjadikan guru sebagai pusat dari pendidikan, tetapi cukup sebagai bagian penting dari sistem dan proses pendidikan. Mengapa? Karena guru juga manusia, ia masih bisa gagal, salah, menyimpang bahkan berdosa. Celakahlah bila kita menjadikan pusat pendidikan bangsa yang besar ini pada sebuah profesi yang notabene diemban oleh manusia. Pusat pendidikan tidak boleh gagal, salah, menyimpang bahkan berdosa; karena ia akan menjadi fokus, inti, induk atau pokok dari keseluruhan sistem dan proses pendidikan. Jadi apakah yang layak menjadi pusat suatu sistem pendidikan? Tidak bisa tidak, pusat pendidikan haruslah sesuatu yang tidak bisa gagal, salah, menyimpang dan berdosa; dan kita tidak dapat berdalih lagi bahwa semua atribut itu hanya melekat kepada yang Ilahi dan bukan yang manusiawi.

Sebagai bangsa yang majemuk, kita patut bersyukur dengan landasan negara kita, yang menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai salah satu sila dalam Pancasila. Hal ini jugalah yang perlu merasuk ke dalam filsafat, cara pandang, sistem dan praktik pendidikan di bangsa ini, menjadi pusat dari pendidikan di Negara Indonesia.

Di sinilah pekerjaan terberat Mendikbud dimulai, bagaimana landasan negara yang menjadi pengikat kemajemukan bangsa dapat diamalkan dengan baik dan tepat tanpa menimbulkan dampak negatif akibat kesalahkaprahan penerjemahan sila pertama itu. Peran guru sangat penting, namun peran Yang Ilahi adalah yang terpenting dan tidak tergantikan dalam sebuah sistem pendidikan. Pekerjaan rumahnya adalah: bagaimanakah pemerintah akan menerjemahkan hal ini di dalam Sistem dan Kurikulum Pendidikan dengan tepat?