A Comment to KURIKULUM 2013 Draft
>> Wednesday, December 5, 2012
Tepat tanggal 29 November lalu
pemerintah melalui kementrian penddidikan nasional menggelar uji publik atas
rancangan kurikulum 2013. Uji publik dilakukan dengan tatap muka antara
masyarakat dan pemerintah, dialog virtual dan secara tertulis. Beberapa hal
menarik menyangkut uji publik ini adalah mengenai dialog virtual dan format
dokumen rancangan kurikulum yang dapat diunduh dari situs kemendiknas. Di
samping cara penyampaian yang unik, tentunya banyak hal menarik yang dapat
dikritisi mengenai isi slide rancangan kurikulum 2013 tersebut.
Tidak pada umumnya sebuah uji publik
atas rancangan kurikulum 2013 dipaparkan dalam format slide. Mengingat hal ini
adalah sebuah kebijakan nasional, seharusnya disertakan pula sebuah dokumen
rancangan perundangan atau petunjuk teknisnya. Hal ini setidaknya memberikan
kesan bahwa rancangan dibuat dengan waktu yang tidak memadai. Format slide ini
juga tidak memberikan informasi yang utuh sehingga dapat menimbulkan salah
persepsi kepada publik mengenai dasar-dasar kebijakan perubahan kurikulum.
Kesempatan untuk melakukan dialog
virtual melalui situs kemdiknas sebenarnya hanyalah sebuah monolog alias
pemberian kesempatan pembaca situs untuk memberikan komentar atas slide yang
tersedia di situs. Seperti yang dipahami secara umum, dialog merupakan percakapan dua arah setidaknya antara dua
pihak. Jaminan atas terbaca dan terbalasnya setiap komentar yang ditulis di
situs nyaris tidak ada, mengingat tidak tersedianya kepastian kapan dan
bagaimana komentar akan dibalas.
Hal menarik pertama yang segera
terlihat melalui slide rancangan kurikulum 2013 adalah kesan ambisius perancang
kurikulum yang ingin meyakinkan pembaca
dengan memberikan cukup banyak slide yang menjelaskan tentang pentingnya perubahan
jam pelajaran. Hal ini dapat mulai dilihat pada slide ke-11, alih-alih
memberikan penjelasan yang memadai mengenai hal esensial yang melatarbelakangi perubahan
kurikulum, perancang slide menempatkan isu jam pelajaran pada bagian awal
slidenya. Penjelasan pada slide berikutnya pun cenderung tendensius mengupas fakta-fakta
statistik mengenai pentingnya jam pelajaran perlu diubah.
Padahal bila kita cermati,
perubahan jam pelajaran sebenarnya tidak memberikan efek yang signifikan kepada
kualitas pendidikan. Negara Finlandia dan Korea Selatan yang dianggap maju
dalam pendidikan di dunia saat ini justru tidak memiliki jam pelajaran seperti
yang akan dilaksanakan oleh pemerintah nanti. Kenyataannya, mereka menggunakan
sejenis standar kepatutan dalam menentukan jam pelajaran untuk mata pelajaran
tertentu. Bahkan lebih jauh lagi, alih-alih menambahkan jam pelajaran pada mata
pelajaran tertentu, kedua negara ini lebih mementingkan bagaimana meningkatkan
kualitas guru-gurunya. Ironinya, slide yang membicarakan mengenai bagaimana
meningkatkan kualitas guru hanya terbatas pada rencana implementasi kurikulum
baru, yang sebenarnya bukan berbicara mengenai meningktkan kualitas guru tetapi
sejenis mengadakan pelatihan guru untuk menyesuaikan mereka kepada kurikulum
baru.
Pemerintah terlihat kurang
memperhatikan kebijakan mengenai kualitas guru. Gambar besar mengenai bagaimana
guru-guru dapat secara terus-menerus mendapatkan peningkatan keterampilan dan
profesionalitas tidak tergambar secara jelas. Adapun program sertifikasi guru
yang dilaksanakan selama ini melalui PLPG, hanya merupakan sejenis standarisasi
profesionalisme guru, yang tentunya hasilnya juga masih bisa diperdebatkan kualitas hasilnya.
Perancangan atas program pelatihan guru yang sistematis dan bertujuan sangat
diperlukan, sehingga kurikulum 2006, KTSP, dapat diaplikasikan dengan mudah oleh
para guru dan bermanfaat bagi para siswa.
Ada apa dibalik ke-ngotot-an pemerintah merubah jam pelajaran?
Hal menarik lainnya adalah:
1. peniadaan pelajaran bahasa Inggris;
2. penambahan jam pelajaran untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, Agama dan PKN;
3. penggabungan IPA dan IPS ke dalam mata pelajaran bahasa Indonesia; dan
4. sumber belajar
Pelajaran bahasa Inggris di tingkat SD ditiadakan karena pemerintah ingin agar para siswa dapat menguasai bahasa ibu lebih baik. Kebijakan ini menjadi berlawanan bilamana kita melihat alasan pengembangan kurikulum pada slide 17. Pada slide tersebut ditulis bahwa salah satu alasan kurikulum ini perlu dikembangan karena adanya beberapa tantangan masa depan, seperti: Globalisasi, kemajuan dan konvergensi iptek, serta pergeseran ekonomi dunia. Apakah sang perancang draft kurikulum ini tidak melihat alasan ini (yang mereka tulis sendiri) sebagai alasan yang kuat untuk tetap mempertahankan mata pelajaran bahasa inggris pada tingkat SD?
Hal lainnya adalah penambahan mata pelajaran bahasa Indonesia, agama dan PKN. Asalkan implementasinya tepat, untuk mata pelajaran bahasa Indonesia dan PKN tidak menjadi terlalu bermasalah. Masalah yang besar akan muncul saat pelajaran Agama yang ditambah. Penambahan pelajaran agama yang menurut pemerintah adalah untuk menangkal masalah-masalah sosial sebenarnya merupakan kesalahan besar. Pertama, guru-guru agama yang tidak siap atau tidak benar akan mengakibatkan negara semakin terpecah belah, masyarakat semakin radikal dan fundamental, dan justru akan menimbulkan masalah-masalah sosial yang lebih tajam di masa datang.Kedua, sekolah sebaiknya tidak mengambil 'jatah' keagamaan lebih banyak dari lembaga yang seharusnya lebih mumpuni dan layak untuk mengajarkan agama. Dengan ditambahnya jam pelajaran pada pelajaran agama ini, sama saja dengan mengaggap impoten lembaga keagamaan yang ada.Ketiga, secara historis tidak pernah ada pelajaran agama yang banyak menimbulkan penurunan signifikan pada masalah-masalah sosial. Sebaiknya, pemerintah setidaknya merevitalisasi pelajaran PKN dengan mengembangkan nilai-nilai PANCASILA.
Kebijakan mengenai penyisipan pelajaran IPA dan IPS ke dalam mata pelajaran bahasa Indonesia pada tingkat SD merupakan hal yang lebih aneh lagi. Mungkin Indonesia akan menjadi negara pertama di dunia yang menyisipkan IPA dan IPS ke dalam pelajaran bahasananya. Bahasa memang penting tetapi pelajaran keilmuan juga merupakan hal yang juga penting untuk dikenalkan sejak dini, sehingga siswa dapat memiliki tradisi keilmuan yang kuat sejak dini seperti yang dimiliki oleh siswa-siswa di negara maju.
Temuan menarik lainnya adalah mengenai sumber belajar, tertera jelas pada slide 25, bahwa guru bukan merupakan satu-satunya sumber belajar, dan hal ini benar adanya. Siswa perlu mendapatkan akses belajar pada sumber-sumber lain. Namun anehnya, pada slide 83, pemerintah seolah-olah akan menyiapkan buku sebagai sumber belajar bagi siswa. Melalui media masa, ternyata diketahui, pemerintah ingin menghambat laju penerbit buku pelajaran yang membuat guru dan sekolah menjadi penjual buku. Namun demikian, seharusnya bukan berarti semua buku harus diadakan oleh pemerintah. Jika demikian, bisa-bisa sumber belajar satu-satunya adalah buku dari pemerintah, sebuah implementasi bak negara sosialis.
Tentunya masih banyak hal yang dapat dikritisi mengenai kurikulum ini, semua kritik ini diberikan dalam rangka memberikan sudut pandang lain bagi pembuat kebijakan, para pemerhati pendidikan serta konsumen lembaga pendidikan. Bilamana terdapat kekeliruan, tentu saja dapat dilakukan perbaikan atas komentar ini. Semoga bermanfaat, maju pendidikan Indonesia!
1 write(s) COMMENT(S) here!:
Setuju Pak. Penambahan mata pelajaran agama itu kalau salah arah bisa berbahaya sekali. Kemudian pemerintah juga menyinggung tantangan masa depan pada kemajuan teknologi, sebaliknya mata pelajaran tik dihapus. Dan penyeragaman buku teks. Selain mematikan penerbit juga menutup tumbuh kembangnya dunia literasi di bangsa yang minim minat baca tulisnya ini. Sungguh miris.
Post a Comment