WELCOME! Salam Sejahtera! Senang sekali mendapat kunjungan dari Anda. Berikan komentar Anda di akhir setiap posting (klik link: write your comment here!), komentar Anda sangat berharga bagi saya. Terima Kasih. Please Enjoy...

HOT Search

HOT Translate

Lambok P. Tampubolon, We Honor You...

>> Thursday, May 27, 2010

Kira-kira dua bulan yang lalu, saat saya baru menyelesaikan makan siang, seorang sahabat datang menyapa dan kami berbincang-bincang ringan. Perbincangan menuju pada apa jenis kelamin anak dalam kandungan isteri saya. "Laki-laki," jawab saya. Dia tersenyum dan menceritakan harapannya bahwa ia juga menginginkan seorang anak laki-laki. Dua anak perempuan yang dimilikinya sekarang bukan membuat dia tidak bahagia, tapi sebagai seseorang bersuku Batak, anak laki-laki memang tetap menjadi kebanggaan. "Nanti dua atau tiga tahun lagi lah," katanya, saat saya mendesak dia untuk segera memiliki anak lagi. Itu adalah perbincangan terakhir kami...

Belum sempat impiannya terwujud, ia telah dipanggil Tuhan pada hari Rabu 26 Mei 2010 pk. 07.50. Dalam usianya yang masih 35 tahun, ia meninggalkan isteri dan dua orang anaknya yang baru berusia 3 dan 1 tahun. Komplikasi penyakit paru dan hati menyerangnya dengan hebat, sehingga ia harus menderita dan berjuang melawan penyakit ini selama dua bulan.

Sepanjang yang saya tahu ia terkenal pekerja keras. Tidak cukup ia menafkahi keluarganya di sekolah tempat kami bekerja, ia mengajar les di beberapa tempat. Ia berharap dapat membahagiakan isteri dan anak-anaknya. Pergi ke kantor pagi-pagi dan pulang malam hanya dengan kendaraan roda dua, rutinitas ini tidak pernah ia keluhkan, setidaknya pada saya. Rokok dan kopi menjadi penopangnya untuk dapat mempertahankan aktifitasnya ini.Dan mungkin ini juga yang menjadi penyebab penyakitnya.

Rutinitas dan kebiasaan ini saya duga berbahan bakar kecintaan pada anaknya. Dalam album foto di akun Facebook-nya, hampir semuanya adalah foto Indah, anaknya yang paling besar. Kami, para sahabatnya senag menggodanya saat Indah masih dalam kandungan. Saat almarhum sedang mencari nama untuk anaknya, beberapa teman kami mengusulkan beberapa nama, salah satu yang paling sering kami usulkan adalah Bella karena dapat berakronim Betty (nama isterinya) dan Lambok. Namun saat bayi lahir, ia puas dengan nama Indah dan bangga atasnya.

Saya terharu dan simpati pada kedua anaknya yang masih kecil. Mereka masih belum mengerti bahwa papanya yang sangat menyayangi mereka telah pergi. Saat berada di rumah duka kemarin, teman saya menggendong Indah, dan ia bertanya, "Papaku ada di situ?" sambil menunjuk ke peti mati dengan foto papanya di depan peti. "Iya, papa lagi bobo" jawab salah seorang teman kami. "Papaku di dalam situ?" tanyanya sekali lagi, saya melihat dengan jelas sorot matanya yang penuh kebingungan. Teman-teman kami yang berkerumun di sekitar Indah dan Helga tidak bisa berkata apa-apa. Salah satu orang tua murid yang kebetulan berada di dekat kami menyatakan,"Iya, papa lagi bobo sama Tuhan Yesus, ya?" "kenapa begitu?" tanyanya.Sekali lagi kami terdiam. Dada saya agak sesak menyaksikan pemandangan ini. Segera teman-teman kami mengalihkan pembicaraan dan mengganti pakaiannya yang basah karena keringat.

Banyak cerita mengharukan lainnya yang saya tidak bisa sampaikan di sini, namun di balik semua kisah yang memancing simpati, banyak pelajaran yang saya amati dapat diambil dari hidupnya dari perbincangan dengan teman-teman. Yang pertama, saya dan teman-teman mengakui bahwa sahabat kami ini adalah sosok guru yang dicintai oleh murid-muridnya. Sejak jenasah belum masuk ke dalam peti di rumah duka, gelombang siswa berdatangan. Bukan hanya mereka yang masih menjadi siswanya saat ini, tetapi juga para alumni dari berbagai daerah menyempatkan diri untuk memberikan penghormatan terakhir pada guru kesayangan mereka ini. Bahkan ada satu orang siswa yang baru tahu kabar duka ini di sore hari memutuskan untuk langsung meninggalkan kotanya di Bandung dan berangkat menuju rumah duka di Cikini, Jakarta. Ratusan siswa yang datang menunjukkan totalitasnya dalam mengajar anak-anak dengan penuh ketulusan.


Almarhum juga saya kenal sebagai seseorang yang murah hati. Tidak sedikit teman-temannya yang diajak untuk mengajar di sekolah kami sebagai guru part-timer. Ia memberikan kesempatan untuk meraih taraf hidup yang lebih baik. Tidak hanya itu, seorang teman saya bercerita, suatu hari tiba-tiba ia mendapatkan kiriman mie ayam dari almarhum. Sesaat sebelumnya mereka terlibat perbincangan di kantin bersama teman-teman lain. Teman saya menggodanya untuk mentraktir mie ayam. Ternyata, ia memang mengirimkan tiga mangkok mie untuk makan siang mereka.

Rasa Humornya yang unik, membuat kami terkadang geli, sebal tetapi juga senang. Ada beberapa orang tertentu yang mejadi sasaran empuk bercandaanya. Bahkan di saat-saat yang sangat serius dalam rapat atau pertemuan lainnya, ia menyempatkan diri melontarkan celetukan-celetukan yang memecahkan suasana yang beku dan tegang. Kini, humor-humor itu tiada lagi...

Selamat jalan Lae, seperti kata teman saya di status Facebooknya: Anda telah mengakhiri pertandingan... Istri dan anak-anak yang ditinggalkan tidak akan menunjukkan penyesalan, tetapi syukur, karena mereka memiliki suami dan ayah yang dapat mereka teladani. Demikian juga dengan kami para sahabat, rekan sekerja dan siswanya menaruh rasa syukur dan hormat atas hidup yang telah dibagi...

9 write(s) COMMENT(S) here!:

Winda May 27, 2010 at 10:31 AM  

Selamat jalan, Mr. Lambok! Finishing well... We'll be missing you.

Thanks for sharing, Mr. Rudi!

Blessings,
Winda.

Anonymous May 27, 2010 at 11:05 AM  

thx mr. lambok for teaching me an us ( XII Science 05 ).. We really really really thanx to u.. Meskipun pada awalnya kami agak ragu akan cara bapak mengajar, tapi semua anak XII science mengetahui manfaatnya sekarang..

RIP mr lambok.. A really dedicated and honorable teacher.. we still keep u in our heart..

Anonymous May 27, 2010 at 12:02 PM  

Pa.Rudi,how you describe and tell about our friend is really impressive..I can picture Him through the words you describe. My respect and honor to Pa Lambok Tampubolon. The last words he talked to me was his condolence to my late father, then when we met after teaching or in break just smiling. Even when we met in Hosana hospital he just smiled and nodded his head. Good bye Pa Lambok ....May the Lord Christ bless.

Anonymous May 27, 2010 at 12:52 PM  

good bye my dearest teacher Mr. lambok. even though I'm already graduated, we'll miss you to teach us math. You can go but those esoteric knowledge you gave us lives forever. thx, this is an appreciation to my teacher.

Anonymous May 27, 2010 at 12:55 PM  

Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.

( SOE HOEK GIE, dalam kata-kata)

karen May 27, 2010 at 6:15 PM  

Mr. Lambok, you did it well..
Have fun in the eternity.
Sooner or later we'll meet anyway :)

Mr. Rudi, thank you for sharing.
you're a good writer indeed :)

Karen

keiiin May 27, 2010 at 8:18 PM  

Makasih Pak lambok atas bimbingannya.
you'll be missed.

Cynthia

Anonymous May 29, 2010 at 4:01 PM  

every step I take,, every move i make,, every single day,, every time I pray,, I'll be missing u..pk.lbok

,lucie..

unknown nothing empty June 20, 2010 at 9:43 AM  

bwt Mr L..ak cuma mau ngomong "thank you bgt bwt senyuman trakir Mr, membuat sy merasa lega.."
sorry kl dulu hubungan qt kurang baik..tpii pd saat Mr masuk skola trakir x, mr senyum trus sm sy. thank you,sir."
God covers our life, right?