WELCOME! Salam Sejahtera! Senang sekali mendapat kunjungan dari Anda. Berikan komentar Anda di akhir setiap posting (klik link: write your comment here!), komentar Anda sangat berharga bagi saya. Terima Kasih. Please Enjoy...

HOT Search

HOT Translate

A Porridge Pot, A Mouse and A Habit

>> Monday, May 24, 2010

Langit mendung, waktu menunjukkan kira-kira pk.15.30, saya agak cemas. Berharap hujan tidak datang berujung pada kenyataan: hujan! Memang bukan hujan deras, tapi cukup membuat seseorang malas beranjak dari tempat tidur. Satu SMS masuk berkata: maaf anak saya tidak bisa datang hari; membuat pertanyaan semakin tajam, akankah anak-anak datang hujan-hujan begini. Bersiap-siap dan menunggu hingga hampir pk.16.30, belum ada satu orang anak pun yang datang, sedang anak saya telah duduk manis siap menyambut teman-temannya datang. Saya duduk di sofa, sambil menunggu saya mengobrol dengan anak saya yang berusia 4 tahun bulan Juli nanti.

Tiba-tiba anak saya berkata, "Jessica!", saya menengok keluar. Seorang anak, ditemani pembantunya datang ke rumah kami. Sambil membawa payung dan sebuah tempat pinsil, ia melangkah terburu-buru masuk ke rumah kami. Pembantunya meminta agar payungnya digunakan dengan semestinya dan bukan hanya dijinjing. Namun sang anak tetap menjinjing payungnya sampai di muka pintu dan segera berbincang-bincang dengan kami, mempromosikan isi tempat pinsilnya.

Tidak lama, beberapa anak lain menyusul. Saya tidak menyangka, ruang tamu kami yang sempit, kini dipenuhi dengan setengah selusin anak usia TK dan beberapa anak usia SD. Anak-anak yang lebih besar ini seharusnya datang 30 menit kemudian, tapi mereka meminta untuk diijinkan mengikuti sesi membaca untuk adik-adik mereka. Walu di luar hujan dan terasa dingin, temperatur udara di ruangan kami berkumpul terasa seperti di atas panci. Saya mulai membacakan buku "The Magic Porridge Pot" dengan bertanya siapa yang suka bubur. Semua mengangkat tangan, kecuali satu, katanya dia lebih suka ayam. Lalu saya bertanya siapa yang sedang lapar, semua mengangkat tangan, kecuali satu, katanya dia sudah makan. Setelah itu saya mengajak anak-anak untuk membaca cerita dan bertanya apakah mereka sudah siap. Semua menjawab sudah, dan satu anak yang tadi menyatakan, "Cerita nenek sihir ya?" Lalu kami tertawa, sebab minggu lalu sepanjang saya membacakan cerita, ia kerap kali mengalihkan pertanyaan saya dengan bercerita tentang Buto Ijo. Anak sang penjinjing payung ini memang seorang pemecah suasana.

Setelah selesai bercerita, semua anak bertepuk tangan dan saya membagikan beberapa makanan ringan hasil sumbangan salah satu orang tua. Mereka pun meninggalkan rumah kami dan kini giliran anak yang lebih besar untuk dibacakan cerita. Kali ini adalah pertemuan ketiga bagi mereka. Kisah tentang seekor tikus yang jatuh cinta pada seorang putri raja manusia ternyata membuat mereka tertarik. Saya tidak menyangka kisah "The Tale of Desperaux" ini membuat mereka selalu penasaran di akhir sesi. Buku setebal 200-an halaman saya bacakan dengan berkeringat, tentu saja saya harus membaginya menjadi beberapa kali pertemuan. Kali itu cerita dimulai dari sang tikus yang sedang beretmu dengan sang putri raja dan bagaiamana orang tua sang tikus tepaksa menghukum anaknya sendiri karena telah melanggar peraturan masyarakat tikus, bertemu dengan manusia.

"Yaaah!" seru mereka saat saya menyatakan cerita ini harus berhenti sampai di sini. Mereka pun meninggalkan rumah saya dengan membawa rasa penasaran kelanjutan cerita ini. Satu demi satu dari hampir sepuluh anak usia SD ini meninggalkan rumah dengan berkeringat. Salah seorang ibu yang ikut hadir menemani anaknya mendengarkan cerita berkisah. Ia mengenal seseorang yang mengeluh padanya mengapa anaknya tidak suka membaca. Ia mengetahui belakangan ternyata orang tua itu tidak suka membaca. Ia menandaskan bagaimana meminta anak suka membaca bila orangtuanya tidak memberikan teladan? Ini juga adalah pertanyaan bagi Anda, orangtua. Warisan paling berharga yang harus ditinggalkan pada anak-anak kita adalah teladan, salah satunya adalah kebiasaan membaca.

Salah satu dari anggota klub membaca kami dengan polos menyatakan bahwa dia tidak memiliki sebuah buku pun di rumah dan ia hampir tidak pernah membaca. Saya bersyukur dia salah satu anggota yang paling rajin hadir. Saya berharap membaca menjadi kebiasaanya di waktu-waktu mendatang. Karena membaca adalah jantung dari pendidikan dan pembelajaran, demikian kata Jim Trellease, seorang penulis buku "Read Aloud Handbook". Dengan berinvestasi waktu untuk membacakan buku bagi anak, seseorang sedang mengumpulkan 'makanan' untuk masa depan anak-anaknya. Seperti seekor lebah yang rajin mencari madu dan mengumpulkannya demi kelangsungan hidup koloninya. Bee Readers, demikian saya menamai kelompok ini.

2 write(s) COMMENT(S) here!:

Ronald Kang May 24, 2010 at 12:50 PM  

luar biasa pak, terus berkarya buat anak2 generasi masa datang

herumulyanto June 7, 2010 at 5:43 PM  

gak nyangka ak dg apa yg kamu kerjaan dg bee reader...Great..Investasi buat Generasi masa depan