WELCOME! Salam Sejahtera! Senang sekali mendapat kunjungan dari Anda. Berikan komentar Anda di akhir setiap posting (klik link: write your comment here!), komentar Anda sangat berharga bagi saya. Terima Kasih. Please Enjoy...

HOT Search

HOT Translate

Kill to Play!

>> Wednesday, April 14, 2010

Seorang anak di Rusia membunuh ayahnya sendiri karena dilarang bermain games (detik.com). Ini merupakan salah satu berita terburuk dari dampak negatif bermain games. Kesaksian dari berbagai sumber yang saya dapatkan, para pemain yang cederung masih berusia sekolah mengalami penurunan prestasi belajar, terkena berbagai penyakit seperti dehidrasi, sakit kepala, ambeien, maag dan lainnya, tidak sedikit yang mengalami social disorder atau kesulitan dalam membangun hubungan sehat dengan sesama, pertengkaran dengan orangtua dan persoalan-persoalan lainnya.

Saya telah menemukan banyak berita tentang anak-anak, khususnya laki-laki yang kecanduan beramin games. Lebih dari 90% gamers adalah anak laki-laki. mereka menghabiskan waktu rata-rata 4-5 jam per hari untuk bermain games. Di warnet games on-line, seseorang dapat bermain dengan mengeluarkan uang rata-rata Rp 4000 per jam. Sedangkan untuk permainan Play Station keluaran Sony, yang cenderung lebih populer di pinggiran kota, seorang anak dapat bermain di tempat penyewaan dengan biaya yang sama. Belum lagi beberapa warnet menyediakan paket-paket bermain murah atau voucher. Hal ini sangat menguras keuangan keluarga dan berpotensi menimbulkan konflik dalam keluarga. Seorang teman saya berkisah, ada temannya yang kuliah di sebuah PTS di jakarta kecanduan dengan games. Ia sampai merelakan diri 'berhemat' demi membiayai kecanduannya, bahkan uang SPP-nya ia korbankan untuk kesenangannya itu.

Lyto, Sebuah perusahaan distributor games on-line di Indonesia mengaku memiliki pengguna sebesar 6juta orang (detik.com), jika kita dapat tambahkan dengan sumber-sumber lain, saya pikir angka pemain games di Indonesia secara total tentunya akan lebih besar. Dari total 79,4 juta anak-anak di Indonesia (usia 8-18 tahun, 2009), bisa diperkirakan lebih dari 30% atau lebihdari 25 juta anak (wikimu.com)!

Permainan games yang berisi pendidikan justru sangat sedikit sekali jumlah peminatnya. Para gamers cenderung berminat dengan permainan yang penuh dengan konten seksualitas, kekerasan dan kejahatan. Baru-baru ini sedang hangat berita tentang pencekalan sebuah games yang mengumbar ketiga konten tersebut pada skenario gamesnya. GTA, Grand Theft Auto telah banyak dicekal oleh banyak instansi. Namun, walaupun mengalami pencekalan, GTA merupakan salah satu games yang membukukan penjulan yang menakjubkan dalam waktu seminggu saja, Rp 4,6 trilliun (wikimu.com)!

Sungguh memprihatinkan nasib generasi muda saat ini. Walau dengan teknologi yang maju pesat, namun kekuatan atau daya tahan untuk berhadapan dengan teknologi itu sendiri tidak dimiliki oleh anak-anak. Kekuatan teman sebaya atau peer pressure telah mengalahkan ikatan dalam keluarga. orang tua telah kehilangan pengaruh dan kepercayaan anak. Seorang teman saya menceritakan betapa ia mengalami jalan buntu untuk mengontrol anaknya bermain games. Mulai dari bujukan halus, berdoa hingga ancaman, tidak menggoyahkan kecanduan anaknya. Seorang teman saya yang lain mengeluhkan tingkah sepasang orangtua kaya yang terbujuk pada rayuan anaknya untuk membuat sebuah warnet games on-line di dekat lingkunganya tinggal. Ia berkata, apakah tidak ada jenis usaha lain yang dapat dikerjakannya selain membuka warnet dan mengakibatkan anak-anak binaannya malas belajar.

Tidak hanya konten games itu sendiri yang perlu diperhatikan secara serius, tetapi perilaku anak terhadap games itu sendiri yang juga perlu ditinjau lebih serius. Apa pun gamesnya, anak cenderung meninggalkan tanggungjawabnya yang utama, entah itu belajar atau tanggungjawab lain.mereka juga cenderung belajar menjadi egois, membuang-buang waktu, melawan orangtua dan lainnya. Kisah anak yang membunuh ayahnya sendiri di atas harusnya dapat membuat orang tua, guru dan pemerintah sadar, bahwa anak-anak sedang digiring untuk peduli dengan kesenangannya sendiri dengan mengorbankan orang lain (bahkan dirinya sendiri juga!).

Pertanyaan ini hanya berlaku di jaman Romawi Kuno, tidak di jaman ini: Haruskah seseorang membunuh untuk bermain?

0 write(s) COMMENT(S) here!: