WELCOME! Salam Sejahtera! Senang sekali mendapat kunjungan dari Anda. Berikan komentar Anda di akhir setiap posting (klik link: write your comment here!), komentar Anda sangat berharga bagi saya. Terima Kasih. Please Enjoy...

HOT Search

HOT Translate

Who Will Take This Task?

>> Tuesday, May 19, 2009

"Gue sudah macarin 17 orang cewek, 7 diantaranya gue lecehkan secara seksual."
"Tujuh? Emang umur elo berap sekarang?"
"17 tahun."

"Gue kecanduan games on-line. Gue pernah sakit gara-gara dua hari penuh gue main di warnet."
"Emang elo sakit apa?"
"Ambeien. Gue juga pernah diseret pulang bokap gue, karena bolos buat maen games."

"Kapan terakhir kali elo masturbasi?"
"Kemarin malem, sebelum gue berangkat ke sini."
"Dari kapan elo ngelakuinnya?"
"Dari SMP"

"Gue suka nonton film porno. Gue juga pengedar film-film begituan. Kemana gue pergi, gue selalu bawa film untuk gue bagi-bagiin."
"Maksud elo? Elo ga jualin film itu?"
"Nggak, gue cuma bagi-bagiin aja"

"Orang tua gue sudah cerai sejak gue kecil. Bokap gue kawin lagi. Suatu hari, waktu gue SD, bokap gue bilang mau balik lagi sama keluarga. Dia emang balik lagi. Tapi ternyata dia cuma ngambil harta nyokap gue, dan dia balik lagi sama istrinya yang kedua. Jadi sampe sekarang gue benci banget sama bokap gue."

"Gue pernah pacaran sama cewek, tapi di tengah jalan cewek itu nyakitin gue dan akhirnya gue putusin. Sejak saat itu gue kalo berhubungan sama cewek gue sering nyakitin mereka. Gue belajar ilmu untuk bikin cewek cepaet lengket sama gue. Gue kasih permen atau kepulin asap rokok ke muka dia, dia pasti langsung nempel."
"Maksudnya elo guna-gunain dia?"
"Iya. Kalo gue sudah puas, gue sakitin dia dan gue tinggalin itu cewek."

_____

Ini semua adalah sedikit dari ratusan pengakuan laki-laki usia muda tentang hidup mereka yang hancur di sebuah acara yang saya ikuti. Hidup mereka hancur, tapi mereka tidak bisa keluar dari sana. Mereka sadar mereka salah, tapi mereka tidak mampu untuk bebas. Saat mendengarkan semua pengakuan itu, hati saya bergetar, dada saya sesak dan pikiran saya merenung: betapa hancurnya generasi muda saat ini.

Sebuah penelitian di majalah Tempo di awal tahun 2000-an menyatakan setidaknya ada dua juta kasus aborsi dalam setahun. Ini pun yang terdata. Data lainnya menyatakan, lebih dari 75% generasi muda di kota-kota besar di indonesia telah kehilangan keperjakaan dan keperawanannya sejak usia SMA mereka.

Masa depan bangsa ini sedang diancam oleh kehancuran hidup generasi mudanya. Televisi, Narkoba, rokok, pornografi, permainan internet on-line, dll telah mencuri waktu mereka dari hal-hal yang lebih bernilai untuk hidup mereka. Ada suatu 'kekuatan laten' yang menginginkan generasi muda sekarang ini jatuh ke berbagai hal yang hanya berpusat pada menyenangkan diri sendiri. Semua hal di atas itu dilakukan hanya untuk melampiaskan kemarahan yang tersembunyi dengan rapi.

Mereka marah dengan lingkungannya, keluarganya, orang tuanya. Mereka marah karena mereka tidak melihat sebuah contoh yang berintegritas, sebuah model yang dapat dipanut. Mereka marah karena mereka di-dua-kan. Harapan yang mereka gantungkan pada orang terdekat mereka dicabut sehingga meninggalkan luka kekecewaan yang tidak mampu mereka atasi dan berujung pada kemarahan dan kepahitan. Kemarahan dan kepahitan adalah kekuatan atau modal yang cukup bagi mereka untuk lari dari orang-orang yang mengecewakan mereka. Mereka berlari kepada tawaran-tawaran di dunia ini yang senantiasa memanjakan dan meninabobokan ego mereka. Mereka butuh kepuasan setelah sekian lama ego itu tidak pernah terpuaskan.

Apa jadinya masa depan dengan orang-orang yang hanya berpusat pada ego masing-masing? Apa jadinya bangsa ini dengan orang-orang yang menyimpan kemarahan tersembunyi?

Apa yang dapat negara, masyarakat, sekolah dan keluarga lakukan bagi mereka.? Mereka yang seharusnya menjadi kebanggaan di masa tua kita, telah terperangkap dalam jebakan 'kekuatan laten'. Pemerintah telah mengusahakan pendidikan budi pekerti; tidak sedikit masyarakat yang mengembangkan program-program pendidikan karakter; sebagian sekolah-sekolah pun menjual 'nilai-nilai unggul'; dan sebagian keluarga telah berusaha dengan keras mendidik anak-anaknya di jalan yang lurus, namun kenyataannya terlalu banyak yang terjebak daripada yang bisa ditangani.

Ini adalah tugas pendidikan sesungguhnya: memastikan generasi muda hidup benar dan memaksimalkan potensi mereka.

Dan ini yang jadi perenungan saya: Siapa yang sanggup mengemban tugas berat ini? dan Bagaimana?

9 write(s) COMMENT(S) here!:

Anonymous May 19, 2009 at 9:20 AM  

Menurut saya, kita tidak bisa memastikan masa depan seseorang, meskipun itu adalah murid kita sendiri. Yang bisa kita lakukan adalah membantu mereka sebisa mungkin untuk dapat memilih pilihan yang benar dalam kehidupan mereka. Semua itu tidak hanya datang dari sekolah dan guru tetapi terlebih penting dari keluarga sebagai pihak terdekat dari anak.

Hana

Anonymous May 19, 2009 at 10:29 AM  

yup, yg paling penting adalah pendidikan dr keluarga..
sekolah itu bonus aja utk dpt ijasah... :)

Anonymous May 19, 2009 at 1:24 PM  

Tugas semua anak bangsa yang masih peduli dengan bangsanya. Saya akan memulai dengan niat tulus, paling tidak dari keluarga kecil saya (inipun bukan pekerjaan mudah). Tapi saya yakin segala hal baik akan selalu dimudahkan olehNya, YMK.
Saya akan mendidik diri saya sendiri dulu, agar dapat dijadikan teladan bagi orang2 di sekitar saya.

Nuzul

claudia May 20, 2009 at 2:56 AM  

entah bagaimana sebenarnya harus melihat masalah ini dari cara pandang objektif.. tapi yang pasti saya mengenal beberapa dari macam orang2 seperti itu dan mereka ada di sekitar saya. they're called fatherless generation.. sebenernnya mereka itu KORBAN. buat saya, yang salah disini bukan anaknya tapi peran orang tua dalam membangun sbuah keluarga. kasihan si anak. siapa sih yang mau jadi seperti itu. hidup dalam kehancuran??? saya yakin tidak akan ada orang yang mau. tapi kembali lagi.. anak adalah titipan Tuhan pada orang tuanya. jadi kalo sampe si anak kenapa2, cek deh ke diri ortu nya.. sudahkah mereka jadi ortu yang baik???????

claudia May 20, 2009 at 2:56 AM  

entah bagaimana sebenarnya harus melihat masalah ini dari cara pandang objektif.. tapi yang pasti saya mengenal beberapa dari macam orang2 seperti itu dan mereka ada di sekitar saya. they're called fatherless generation.. sebenernnya mereka itu KORBAN. buat saya, yang salah disini bukan anaknya tapi peran orang tua dalam membangun sbuah keluarga. kasihan si anak. siapa sih yang mau jadi seperti itu. hidup dalam kehancuran??? saya yakin tidak akan ada orang yang mau. tapi kembali lagi.. anak adalah titipan Tuhan pada orang tuanya. jadi kalo sampe si anak kenapa2, cek deh ke diri ortu nya.. sudahkah mereka jadi ortu yang baik???????

obee metanoia May 22, 2009 at 12:40 AM  

itu tanggung jawab bersama..
untuk menuju Indonesia yang lebih baik..

GBu

sigid May 26, 2009 at 9:48 AM  

Jika dunia digambarkan sebegitu rusaknya, hal yang saya pikir bisa dilakukan setiap dari kita adalah mengambil bagian untuk menjadi "tidak sama dengan dunia yang rusak" dan membantu untuk menjadikannya lebih baik.

SEKECIL APAPUN bantuan itu, bahkan jika hanya sekedar berhenti di lampu merah.

Anonymous May 27, 2009 at 7:58 AM  

Guru memang diharapkan memiliki peran dalam menentukan masa depan muridnya... tetapi semua kembali kepada pribadi masing-masing. Orang tua memiliki peran yang pasti dalam kehidupan setiap anak. Guru tidak bisa menggantikan peran orang tua.
Memang setiap hal kecil yang kita lakukan akan memberikan pengaruh. Sadar atau tidak sadar, semuanya akan memberikan "unsur" dan "pengaruh" dalam pemilihan keputusan murid kita.

faza March 12, 2010 at 1:49 PM  

guru love murid