WELCOME! Salam Sejahtera! Senang sekali mendapat kunjungan dari Anda. Berikan komentar Anda di akhir setiap posting (klik link: write your comment here!), komentar Anda sangat berharga bagi saya. Terima Kasih. Please Enjoy...

HOT Search

HOT Translate

THE FIRST EDUCATOR_PART TWO

>> Sunday, February 21, 2010

Ini adalah bagian kedua tulisan saya dengan judul Pendidik Utama.

__________

Batu Penjuru Pendidikan dalam Keluarga
Pendidikan yang dijalankan oleh orangtua haruslah bersumber dari pengertian yang benar. Pendidikan yang educere atau membawa keluar adalah pendidikan yang menerima anak apa adanya dan yang memberi teladan. Pengingkaran akan dua hal ini akan berdampak buruk pada diri anak saat dewasa.

Pater Drost menyatakan bahwa kebanyakan orangtua tidak menerima anak apa adanya. Anak telah dipaksakan untuk seperti yang orangtua mau. Harus begini dan begitu, dileskan ini dan itu. Orangtua terlambat menyadari bahwa anak harus diterima apa adanya.

Masalah-masalah dalam pendidikan anak dimulai dengan kenyataan bahwa orang tua pada umumnya tidak menerima kenyataan dari anaknya sendiri… jadi orang tua itu tidak menerima anak mereka sebagaimana adanya. Anak dipaksa menjadi manusia rekaan orang tua. (Drost:1999)

Tuhan telah menjadikan pribadi anak yang demikian adanya, karena itu anak harus diterima apa adanya oleh orangtua. Anak adalah pemberian Tuhan. Setelah anak diterima apa adanya, barulah dimulai proses pendidikan. Orangtua harus memfasilitasi dan mendidik anak bukan seperti yang ia mau, tetapi seperti yang Tuhan mau. Tentang bagaimana mengetahui apa yang Tuhan mau bagi anak, perlu disampaikan dalam tulisan tersendiri atau dengan merujuk pada buku-buku yang sesuai.

Hal yang kedua adalah menjadi teladan. Orangtua yang menabur teladan yang baik pada anak-anaknya akan menuai anak-anak yang berbahagia. Orangtua yang membuang sampah pada tempatnya, tanpa harus berbicara, memberi pesan kepada anaknya: “Nak, beginilah kamu harus menjaga kebersihan.” Orang tua yang mengaku merusak barang pecah belah di toko swalayan memberi pesan kepada anaknya: “Nak, kejujuran itu penting.” Orangtua yang meminta maaf pada orang yang dirugikan olehnya, memberi pesan kepada anaknya: “Hormatilah hak orang lain dan peliharalah hubungan baik.” Tanpa perlu kata-kata, anak merekam semua itu dalam memorinya dan ia akan meniru apa yang telah mengesankan hatinya dari teladan yang dilihatnya setiap hari.

Kebalikannya, bila anak melihat orangtua yang senantiasa saling bertengkar satu sama lain, maka anak mendapat pesan: “Perasaanmu tidak sepenting rasa berharga kami.” Bila orangtua menggosipi tetangganya dan bermuka manis di depan mereka, mengirimkan pesan pada anak: “Nak, menjadi munafik adalah hal yang biasa.” Orangtua yang terlalu sibuk mencari uang dan tidak memiliki waktu berkualitas bersama anak, mengirim pesan pada anaknya: “Uang lebih penting dari kamu, kehadiran saya dapat diganti oleh uang.” Rekaman video kehidupan ini tersimpan baik dalam pikiran anak-anak, di mana suatu saat nanti ia akan melakukan hal yang sama, bahkan lebih buruk dari yang ia alami.

Menjadi teladan adalah yang tersulit. Bila anak berbuat kesalahan atau kegagalan, marilah dengan besar hati, orang tua mengaku: “Ini terjadi karena saya tidak menjadi teladan yang terbaik.” Bila anak cenderung nakal, bersikap tidak sopan, berkarakter buruk, malas, atau lainnya: “Ini terjadi karena saya tidak tekun memberi contoh dengan tekun.” Orangtua adalah teladan pertama dan yang paling berpengaruh. Oleh karena itu, orang tua perlu berusaha keras menjadi teladan terbaik bagi anaknya, bahkan hingga orangtua dapat menjadi cerminan pribadi Tuhan bagi anak-anaknya.

Jika orangtua gagal menerima anak apa adanya dan gagal menjadi teladan yang terbaik bagi anaknya, orangtua sedang menambahkan jumlah kerusakan generasi penerus bangsa. Telah banyak korban berjatuhan akibat orangtua yang secara sengaja ataupun tidak menjadi perusak diri dan masa depan anak. Perhatikan data berikut ini:

1. Kidia mencatat bahwa pada tahun 2004, hanya terdapat 15% acara yang aman untuk anak-anak. Padahal anak-anak menghabiskan waktu 30-35 jam minggu atau 4-5 jam per hari untuk menonton TV.
2. Lyto, sebuah penerbit game online di Indonesia menyatakan bahwa penggunanya telah melebihi angka enam juta orang pada tahun 2009. Dari keterangan siswa-siswa saya, seorang anak dapat menghabiskan waktu rata-rata 3 jam untuk bermain dengan mengeluarkan uang Rp 4000 per jamnya.
3. Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB), sebuah LSM yang bergerak dalam bidang pencegahan penggunaan narkoba, melakukan penelitian pada tahun 2007 di enam kota di Indonesia. Usia rata-rata pengguna narkoba ternyata adalah 14 tahun! Dan alasan terbesar mengapa mereka mengunakannya hanya karena untuk coba-coba (72%), sisanya karena frustrasi dalam masalah keluarga dan hubungan.
4. Google, sebuah mesin pencari tersohor di dunia maya menyatakan data yang mencengangkan pada tahun 2009. Indonesia adalah Negara peringkat keempat terbesar di dunia pencari konten seksual atau pornografi. Bahasa Indonesia juga merupakan bahasa terbanyak yang digunakan dalam pencarian situs-situs porno.
5. Komnas Perlindungan Anak menyatakan hasil yang mengejutkan dalam penelitiannya tentang seks bebas di 33 provinsi pada tahun 2008. Sebanyak 63% remaja wanita SMP sudah tidak perawan, bahkan sebanyak 21% telah mengaku melakukan aborsi. Bahkan WHO menyatakan telah terjadi setidaknya dua juta kasus aborsi per tahun di Indonesia!
Serangan-serangan televisi, permainan elektronik, narkoba, pornografi dan seks bebas akan mudah mempengaruhi dan merasuki anak-anak, bila orangtua tidak menyadari dan mengambil komitmen untuk menerima anak mereka apa adanya dan menjadi teladan bagi mereka. Generasi muda yang hancur selalu dengan mudah diketahui akar persoalannya, yaitu orangtua tidak menerima anak apa adanya dan tidak menjadi teladan terbaik bagi anaknya.

Di dalam proses pendidikan, orangtua dapat berperan sebagai pelatih dan pengajar anaknya. Di sinilah pengajaran dan pelatihan mendapat bentuk sebagai bagian integral dari pendidikan. Di irisan ini pulalah, orangtua berinteraksi dengan guru. Mengingat keterbatasan orangtua dalam mengajar dan melatih anaknya, guru dapat menjadi mitra orangtua dalam ‘mendidik’ anak, yaitu dalam memfasilitasi aplikasi dan refleksi proses pendidikan orangtuanya dan dalam mengajar dan melatih anak-anak dalam pengetahuan dan keterampilan.

Setelah membuat komitmen untuk menerima anak apa adanya dan menjadi teladan bagi mereka, inilah saatnya orangtua untuk mulai berfungsi dalam mendidik anak. Saya memperhatikan beberapa orangtua saat di pusat perbelanjaan. Mereka menemani anaknya bermain di arena bermain, makan bersama di restoran capat saji atau sekedar berkeliling sambil menuntun anak mereka. Apakah hal ini telah menunjukkan perhatian orangtua pada pendidikan anak? Saya pikir mungkin juga demikian, tetapi pendidikan anak yang sebenarnya tidak hanya melulu berada di dekat anak.

Berada di dekat anak adalah hal yang baik dan penting. Namun, apa yang orangtua katakan, lakukan dan teladankan saat bersama anak, itu jauh lebih penting.

1 write(s) COMMENT(S) here!:

lisa montana February 23, 2010 at 11:43 AM  

tulisan ini menyadarkan saya bahwa tugas dan tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak sangat berat. thanks, mr. rudy