WELCOME! Salam Sejahtera! Senang sekali mendapat kunjungan dari Anda. Berikan komentar Anda di akhir setiap posting (klik link: write your comment here!), komentar Anda sangat berharga bagi saya. Terima Kasih. Please Enjoy...

HOT Search

HOT Translate

Big Bang!

>> Tuesday, March 31, 2009

Entah mengapa saya jadi begitu bersemangat tentang topik 'membaca' ini. Pikiran dan imajinasi saya meledak sejadi-jadinya menggambarkan setiap hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat baca di seantero negeri ini.

Saya pikir saya harus mulai dengan penelitian tentang fakta-fakta segala sesuatu yang berhubungan dengan membaca, bagaimana budaya membaca di negara-negara maju dan di nusantara ini. Selanjutnya, saya perlu menyiapkan langkah-langkah strategis bagaimana memulai gerakan ini secara sistematis dari sedikit, kecil dan sederhana ke banyak, besar dan kompleks namun tetap berkualitas. Tidak lupa juga memikirkan bagaimana mengumpulkan dan mengelola secara efektif sumber-sumber daya baik itu manusia maupun dana. Saya juga berpikir untuk merumuskan terlebih dahulu pemikiran saya ini ke dalam sebuah buku.

Ini tantangan yang berat... Apakah Anda bersama saya? I need your support for this!

Hmm, ok. Saya akan coba dari merumuskan pemikiran saya dulu tentang hal ini dalam sesuatu yang baku. One step at a time... May God help me for this.

National Reading Movement

>> Monday, March 30, 2009

Kemarin siang, sekolah kami 'ketempatan' untuk penyelenggaraan try-ot UN bagi siswa SD-SMA. Hadir di sana para manager toko buku, penerbit dan lembaga kursus. Dalam kesempatan itu saya berbincang-bincang dengan mereka, terutama dengan seorang manager toko buku.

Ia menceritakan tantangan-tantangan yang ia hadapi sebagai pengelola toko buku. Dalam bersaing dengan penerbit dan toko buku besar di negara ini, perusahaannya terpaksa harus lebih mawas diri dan jeli untuk bergerak di pasar luar ibukota dan daerah. Khusus dalam hubungannya dengan sekolah sebagai salah satu konsumen terbesar, toko buku ini mengalami kompetitor bukan haya dengan sesama toko buku, tetapi juga dengan para penerbit yang agak 'nakal' dengan menjual buku langsung ke sekolah. Ia dan seorang manager penerbit buku menawarkan beberapa kerjasama strategis untuk keuntungan masing-masing pihak.

Satu misi idealisme yang terkadang tidak tersentuh dari irisan sekolah, penerbit dan toko buku ini adalah mengembangkan budaya membaca di tengah gempuran teknologi internet, permainan elektronik dan tontonan televisi. Seandainya misi ini terus dikedepankan dan digarap secara serius oleh ketiga institusi ini secara konsisten tentunya wajah generasi muda indonesia akan berubah. Saya tidak tahu seberapa besar budget penerbit atau toko buku yang disediakan untuk membuat usaha-usaha sistematis mewujudkan misi tersebut dan tidak hanya memperhatikan sisi bisnis. Bila minat baca ini terus digarap, tentu mereka juga yang diuntungkan.

Pemerintah pun perlu menajdikannya sebuah gerakan nasional yang setara dengan gerakan wajib sekolah atau visit indonesia year. Kealpaan dalam bidang ini memberikan kesempatan pada media elektronik yang serakah untuk mengambil alih keintelektualan generasi muda.

Sekolah saya sendiri mewajibkan setiap siswa untuk membaca setiap hari dengan menyediakan waktu khusus. Setiap siswa wajib membawa buku bacaan mereka, yang umumnya berbahasa inggris dan membacanya secara teratur di sekolah. Guru juga mendorong setiap anak untuk terus menambah koleksi bacaan mereka dan membacanya di rumah masing-masing. SEtiap tahunnya kami menyelenggarakan pekan buku sebagai momentum dan perayaan kegiatan membaca ini.

Di rumah, saya menjadi model bagi istri dan anak dalam hal membaca. Setidaknya saya harus membaca satu buku baru dalam satu bulan. Walau isteri saya lebih suka majalah, koran dan tabloid dari pada buku; saya mendukung aktifitasnya itu dengan harapan ia akan membaca buku lebih banyak di kemudian hari. Anak saya sendiri, di usianya yang ke 2 saat ini sangat tergila-gila pada buku(orang tuanya yang membacakan tentunya). Sampai-sampai istri saya kelelahan untuk melayani anak kami saat ia ingin membaca. Ia suka sekali dengan buku-buku bertema binatang, melihat gambar-gambarnya dan mendengar orang tuanya membacakan buku yang sama berulang-ulang...

"If you dont read you will be got rid..."

And the Fund Went Back

>> Tuesday, March 24, 2009

Suatu keputusan yang baik. Setelah melewati pergumulan panjang, akhirnya mentok juga pada masalah NPWP dan sistem keuangan di yayasan. Bantuan dana sebesar 100 juta rupiah dari pemerintah untuk 'membantu' sekolah-sekolah yang digolongkan pada sekolah berstandar nasional (SSN) kepada sekolah swasta ternyata tidak bisa diaplikasikan. Hal ini mengingat syarat dan sistem pelaporan pertanggungjawaban uang hibah tersebut tidak bisa diterapkan pada sistem keuangan di sekolah swasta, khususnya sekolah kami. Akhirnya uang dikembalikan.

Sedangkan pada sekolah negeri, nampaknya hal ini tidak menjadi masalah. Mereka dengan mudah dan lancarnya membuat laporan keuangan itu. Beberapa sekolah swasta lain pun mengalami kesulitan dalam mempertanggungjawabkan uang ini, sekali lagi hal ini terbentur dengan sistem akuntansi yang berbeda antara yang diharapkan pemerintah dan yayasan.

Kepala sekolah kami berkeputusan untuk mengembalikan uang tersebut dengan permohonan status SSN tetap disandang. Belum ada tanggapan dari pihak diknas mengenai hal ini sampai sekarang.

UU BHP Part Four

>> Monday, March 23, 2009

Ini adalah bagian paling menarik dan saya pikir merupakan kekhasan UU BHP dari UU yang sejenis. Bagian ini, BAB IV - VI, memaparkan tentang kekayaan dan pendanaan BHP serta akuntabilitas dan pengawasannya.

Kekayaan BHP berasal dai kekayaan pendiri yang dipisahkan dan menjadi kekayaan BHP. Seluruh sisa hasil kegiatan yang berasal dari subsidi pemerintah tidak akan dikenakan pajak.

Secara umum pemerintah bertanggung jawab atas biaya penyelenggaraan pendidikan, baik itu pusat maupun daerah. Pemerintah pusat dan daerah akan menanggung 100% biaya operasional BHPP dan BHPPD, investasi, beasiswa dan biaya pendidikan peserta didik. Sedangkan untuk tingkat SMP hingga PT pemerintah hanya menggung 2/3-nya saja. Namun demikian, peserta didik juga dapat menanggung biaya pendidikan dengan catatan sesuai kemampuan orang tuanya dan sebanyak-banyaknya 1/3 dari seluruh biaya pendidikan. Khusus bagi BHPM, pemerintah hanya akan menanggung 100% biaya pendidikan dasar saja. Seluruh bantuan dana dari pemerintah tersebut berbentuk hibah. BHP dapat membentuk unit-unit usaha untuk membiayai kegiatan BHP dan semua laba yang diperoleh adalah untuk memajukan satuan pendidikan.

Adapun masyarakat dapat pula berperan serta membiayai BHP untuk biaya investasi, operasional, beasiswa atau bantuan pendidikan bagi peserta didik. Pembiayaan ini dapat berupa hibah, pinjaman, sumbangan, dll. Yang menarik adalah, setiap masyarakat yang memberikan dana bagi pendidikan akan menerima kemudahan atau insentif pajak.

BHP harus mengalokasikan dana untujk beasiswa bagi siswa yang kurang mampu atau siswa berprestasi secara akademik minimal 20% dari jumlah siswa di satuan pendidikan terkait. Seluruh pembiayaan besasiswa tersebut akan ditanggung oleh pemerintah pusat atau daerah.

Khusus mengenai pendirian unit usaha untuk kepentingan pembiayaan BHP memang sangat menimbulkan polemik. Salah satu yang bisa menjadi catatan adalah aksi demonstrasi mahasiswa mengenai akuntabilitas rektor IPB (IPA adalah salah satu dari lima PT yang berubah status menjadi Perguruan Tinggi Berbadan Hukum, yang tidak lagi dibiayai pemerintah). Saat itu, sang rektor memutuskan menggunakan lahan kampusnya di Jl. Pajajaran Bogor untuk menjadi sebuah pusat perbelanjaan. Setelah melewati polemik dan demonstrasi panjang, sekarang telah berdiri salah satu mal termewah di Bogor di lahan tersebut. Bahkan, baru-baru ini telah diresmikan sebuah Hotel bintang lima di samping mal tersebut. Alasannya adalah untuk pembiayaan operasional. Nyatanya, biaya SPP dan SKS, tetap naik...

Pada Bab VI mengenai kuntabilitas dan pengawasan, UU ini menyatakan bahwa setiap BHP dan satpen wajib menmberikan laporan tahunan baik secara akademik maupun non-akademik. Laporan akademik terdiri dari laporan penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. SEdangkan laporan non-akademik terdiri dari laporan manajemen dan keuangan. Laporan dari satuan pendidikan ditujukan kepada BHP, sedangkan laporan BHP ditujukan kepada Menteri, Gubernur, Bupati atau pendiri BHP bagi BHPM. Khusus untuk laporan keuangan, BHP harus menyatakan laporannya dengan mengikuti standar akuntasi yang berlaku dan melaporkannya kepada publik melalui pemuatan di media cetak dan papan pengumuman resmi di satuan pendidikannya. Laporan keuangan ini sebelumnya harus diaudit oleh akuntan publik.

Ini adalah hal yang baik, mengingat liberalisasi atau industrialisasi institusi pendidikan, maka pertanggung jawaban kepada publik sangat dituntut seperti layaknya perusahaan. Hal ini dikarenakan, BHP atau satuan pendidikan diberikan hak istimewa untuk memperoleh dan mengelola sumber keuangannya sendiri (khususnya sekolah negeri). Sedangakan bagi sekolah swasta, sebagian besar telah mempraktekan hal ini walaupun belum dilaporkan di media cetak atau papan pengeumuman sekolah. Pengawasan publik akan semaik meningkat, hal ini baik. Namum, bila tidak hati-hati dan bijaksana akan menimbulkan campur tangan yang tidak perlu dari pihak-pihak yang tidak mengerti, yang justru mengganggu proses pendidikan.

Taekwondo

>> Friday, March 20, 2009

Surat Pembaca Kompas hari ini memunculkan keluhan orang tua murid yang cukup menarik. Ortu ini mengeluhkan keputusan sebuah sekolah internasional di tangerang berinisial SMI yang menjadikan taekwondo sebagai mata pelajaran intra kurikuler.

Saya pikir keluhan ini cukup beralasan. Ibu ini mendasarinya dengan alasan bahwa keluhannya tidak pernah dijawab dengan memuaskan dan hanya bersifat satu arah. Berikutnya adalah pihak sekolah hanya menunjukkan alasan untuk meningkatkan sportifitas siswanya, maka 'mata pelajaran' ini dianggap perlu. Tetnu saya ibu ini berang dengan menyatakan bahwa, ada ratusan jenis olahraga lain, dan mengapa harus taekwondo. Apakah karena 'secondary principal'-nya berlatar belakan demikian, sehingga kegiatan ini diistimewakan. Ia juga menambahakn bahwa banyak keluhan dari teman-temannya yang menyatakan bahwa nilai anak-anak mereka banyak yang 'merah' karena gagal untuk menguasai mapel ini, khususnya para siswi. Nilai ini mengganggu nilai kumulatif di rapor karena telah menjadi mapel intra kurikuler.

Hal ini memang sangat menarik. Di mulai dari mengapa taekwondo dimasukkan kedalam mapel intra kurikuler dan mengapa harus tekwondo? Setahu saya di sekolah internasional lain yang justru taekwondo ini berasal (JIKS, cibubur), kegiatan ini tidak dijadikan mapel intra kurikuler, tetapi ekstra kurikuler. Apakah ini buah dari kebijakan sekolah yang para pembuat kebjakannya telah kehabisan akal untuk memunculkan 'nilai lebih' sekolah? Sangat disayangkan bila keputusan tersebut dibuat tanpa riset dan pertimbangan yang matang. Ujung-ujungnnya siswalah yang dikorbankan demi idealisme pribadi, dan orang tua pun dirugikan. Maka itu orang tua perlu juga dengan bijaksana memilih sekolah. Bukan hanya karena berlabel internasional dan berfasilitas lengkap. Isi adalah yang utama...

Snake and Caterpillar

Kemarin saya berkesempatan mengajarkan sebuah puisi yang berjudul 'Old Snake'. isinya kurang lebih menggambarkan perubahan bisa terjadi bila kita mau melakukannya.

Saya mengajak para siswa untuk berpikir lebih jauh, yaitu membandingkan perubahan yang terjadi pada ular dan ulat. Setelah berdiskusi dalam kelompok mereka menunjukkan hasil yang memuaskan. Mereka menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada ular hanya terbatas pada kulitnya, tidak mengalami perubahan secara mendasar dan tidak ada perubahan nama. Kata kuncinya adalah renewing. Sedangkan pada ulat perubahan terjadi sangat kompleks, mengubah seluruh bentuk tubuhnya dan memiliki nama baru karena perubahan total yang dialaminya, kupu-kupu. Kata kuncinya adalah metamorph atau transform.

Dari sini saya membimbing mereka untuk menarik sebuah pelajaran dari kehidupan. Perubahan yang terbaik adalah perubahan yang merubah total keberadaan kita. Bila dulu ada perkataan kotor keluar dari mulut kita, sekarang tidak hanya tidak berkata-kata kotor lagi tetapi mulai memperkatakan hal-hal yang membangun orang lain. Bila dulu pernah mencuri, sekarang tidak hanya berhenti mencuri, tetapi mulai bekerja dan banyak memberi kepada yang kekurangan. inilah yang disebut transformasi...

Perubahan bukanlah suatu perubahan sampai terjadi perubahan - Ed Cole.

A Must Read Book for Christian Educator

>> Tuesday, March 17, 2009

Satu tulisan yang padat dan berisi tentang dasar dan fondasi pendidikan kristiani ini mengupas banyak hal mengenai bagaimana pendidikan secara umum bahkan ateis tidak dapat menjawab kebutuhan para anak didik dan bagaimana kekristenan menjawab kebutuhan itu secara utuh.

Satu hal menarik yang tertanam dalam benak saya setelah membaca buku ini adalah bahwa tidak ada pendidikan yang netral. Setiap pendidikan yang dijalankan berakar dari suatu fondasi filsafat dan akar prinsip-prinsip pendidikan tertentu. Sekolah negeri di Amerika cenderung berpaham liberalis-humanis, di Eropa juga mungkin demikian. Di China sekolah negerinya cenderung berpaham komunis-sosialis. Di Indonesia sendiri perpaduan antara agamis, otoriter dan sedikit humanis.

Sejarah telah membuktikan bahwa ada dua kutub yang terus menerus berperang hingga kini dalam domain pendidikan ini. Pendidikan berlatar kristiani dan humanis. Para peletak dasar lembaga pendidikan terkemuka saat ini berasal dari dua kutub tersebut: Harvard, Princeton, Yale, MIT, Stanford, Berkeley, dll.

Kumpulan essay dalam buku ini menyatakan bagaimana pendidikan kristen pada mulanya dan seharusnya dibangun. Apa pemikiran-pemikiran yang ditawarkan, baik dari sisi orientasi fundamental hingga apa peran dan tugas guru dalam kelas.

Buku ini layak menjadi bahan acuan para guru, administrator dan stake-holder dalam dunia pendidikan.

The Exams

Suatu pemandangan menarik terjadi kemarin saat saya mengawas Try-out untuk UN di kelas 12. pada saat itu mata ujiannya adalah Fisika. Sesaat saya memasuki ruangan, para siswa ada yang sedang berdiri, ada pula yang duduk sendiri dan duduk bersama temannya. Mereka dengan suara seperti lebah sedang mengulang rumus-rumus dan dalil-dalil fisika yang sudah mereka pelajari.

Mereka juga saling bertanya dan mengingatkan tentang rumus-rumus tertentu dan hukum-hukum fisika yang teringat oleh mereka. Mereka ingin memastikan bahwa tidak ada satu pun bagian pelajaran terlupakan. Hingga saya meminta mereka untuk meletakkan semua buku dan tas di barisan belakang, mereka tetap bergeming. Dengan lambat mereka menuju tempat yang ditentukan untuk meletakkan tas dan buku mereka sambil tetap melakukan hal yang sama. Bahkan setelah buku dan tas diletakkan dan mereka berada di kursi masing-masing, mereka masih tetap berceloteh tentang pelajaran tersebut.

Ini adalah fenomena menarik menjelang ujian. Setelah ujian biasanya mereka akan menertawakan pekerjaan mereka atau menggerutu karena soal yang sukar atau sekedar bertanya pada temannya apakah jawabannya benar.

Dalam kehidupan nyata, dimana ujian dan tantangan datang silih berganti ada baiknya kita perlu belajar melakukan hal yang sama seperti fenomena ujian para siswa. Ketika kita menghadapi ujian dan tantangan hidup, sebaiknya kita berada dalam komunitas yang kuat untuk saling menguatkan dan mengingatkan tentang nilai-nilai hidup. Kebersamaan dalam menghadapi ujian tidaklah bisa tergantikan oleh apapun. Kita dibuatnya lebih percaya diri. Setelah ujian terjadi, sebaiknya pun kita tidak meninggalkan komunitas kita untuk menertawakan persoalan yang telah berlalu, berbagi pada pasangan atau kawan bagaimana kita telah menempuhnya atau pun menggali sisi-sisi baik dari persoalan yang telah kita lewati itu.

Wise man never stands alone....
Orang bijaksana tidak pernah menyendiri...

Drilling Program

>> Saturday, March 7, 2009

SejakJanuari lalu saya harus ke sekolah setiap pagi untuk mengajar siswa kelas 3 SMP. Hal ini dikarenakan pada akhir April nanti mereka akan menempuh Ujian Nasional atau UN.

Entah mengapa sejak UN diberlakukan beberapa tahun lalu, hampir semua sekolah tanpa komando, mengadakan pelajaran tambahan. Pelajaran tambahan ini diberikan untuk melatih para siswa secara khusus dalam menghadapi UN. Aktifitas yang dikerjakan terutama adalah membahas soal-soal UN tahun-tahun sebelumnya atau prediksi-prediksi soal-soal UN atau latihan-latihan soal pokok bahasan tertentu. Dalam bahasa inggris kami menyebutnya 'drilling'. Pelajaran tambahan ini tidak memiliki program yang terstruktur sebagaimana yang ada pada jam sekolah, namun kebanyakan berisi latihan-latihan soal bersama gurunya.

Pelajaran tambahan ini muncul ditengah kekuatiran orang tua dan sekolah. Mereka takut anank atau siswanya tidak lulus. Pemerintah menetapkan batas nilai tertentu untuk menentukan kelulusan siswa dalam UN ini. Dengan kata lain, seluruh proses pembelajaran selama tiga tahun di SMP dan SMA dianggap tidak bisa menjamin kelulusan siswa, dan hanya nilai UN yang di atas bataslah yang dapat dinyatakan lulus sekolah. Sebenarnya, hal ini sangat mengganggu saya. Demi mengejar nilai, akhirnya orang tua, sekolah, dan guru harus memberikan tenaga dan dana ekstra untuk kelulusan siswa ini. Maka itu muncullah program-program pelajaran tambahan di tiap sekolah.

Ekses negatif pelaksanaan UN dengan pola seperti yang sekarang diterapkan ini terlalu banyak dan membebani. Siswa terperangkap untuk mengejar nilai kelulusan daripada mendapatkan ilmu atau keterampilan. Mereka juga bisa 'sakit jantung' dalam menghadapi ujian akhir itu. Orang tua harus mengeluarkan biaya ekstra untuk program pelajaran tambahan ini. Sekolah harus meminta para guru mengajar dengan lebih 'keras' agar siswanya tidak ada yang tidak lulus. Guru sangat tertekan bilamana berhadapan dengan siswanya yang 'agak lambat' dan mereka harus mengeluarkan tenaga tambahan dengan memotong waktu istirahatnya demi pelajaran tambahan ini.

Seluruh usaha selama tiga tahun nyaris ditiadakan demi ujian selama tiga hari...

Kill the Dream = Kill the Man?

>> Wednesday, March 4, 2009

Berikut ini adalah petikan berita dari detik.com:

Singapura - Peristiwa berdarah terjadi di kampus Singapura. Seorang profesor Teknik Informatika di Nanyang Technological University (NTU) ditikam oleh seorang mahasiswa tahun terakhir di kantornya pagi tadi.
Akibat serangan itu, sang profesor harus menjalani operasi darurat di rumah sakit. Beberapa lama setelah serangan itu, tubuh mahasiswa tersebut ditemukan tergeletak tak bernyawa di area gedung School of Electrical, Electronic and Engineering yang berlantai 7.
Sebelum loncat bunuh diri dari gedung fakultas, pelaku penikaman yang diyakini merupakan mahasiswa Indonesia keturunan China itu telah mengiris pergelangan tangannya. Demikian seperti diberitakan harian Singapura, Straits Times, Senin (2/3/2009).

berita terakhir menyatakan bahwa mahasiswa tersebut bernama David Hartanto Widjaja, 22. Dugaan sementara dugaan motif pembunuhan adalah karena perlakuan atau perkataan sang dosen yang menyakiti hati David, persoalan David dengan dosen pembimbingnya mengenai tugas akhir tahunnya dan persoalan beasiswa yang dicabut. David diduga merencanakan penusukan itu, dengan menyembunyikan pisau saat bertemu dengan sang profesor.

Mengenai berita yang sama, komentator kompas.com berkata: "terlalu banyak hal lain yg lebih penting dari prestasi pendidikan". Sepertinya bagi David prestasi pendidikan adalah yang utama. Dan sepertinya dosennya telah mematikan mimpi dan kebanggaannya itu.

Dari sudut pandang seorang guru, secara pribadi saya akan sangat kecewa dengan diri saya bila saya tidak bisa membantu mencapai impian dan tujuan siswa saya atau setidaknya dia tidak mendapat sesuatupun dari apa yang saya bagikan untuk menggapai impiannya.

An Obituary...

>> Tuesday, March 3, 2009

"Better to go to the house of mourning Than to go to the house of feasting, For that [is] the end of all men; And the living will take [it] to heart.
...
The heart of the wise [is] in the house of mourning, But the heart of fools [is] in the house of mirth." (NKJ Version)

You learn more at a funeral than at a feast--After all, that's where we'll end up. We might discover something from it.
...
Sages invest themselves in hurt and grieving. Fools waste their lives in fun and games. (TM Version)

"Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya.
...
Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria."


Demikianlah kata-kata bijak yang disampaikan oleh nabi Sulaiman atau raja Salomo. Orang yang bijaksana lebih senang berada di rumah duka, di mana kita dapat merenungkan hidupnya yang sementara dan menarik pelajaran untuk hidup yang lebih baik. Orang yang bodoh lebih senang berada di rumah pesta, di mana ia membohongi dirinya sendiri: ia berpikir hidupnya abadi dan menikmati apa yang didapatnya saat itu.

Hanya di rumah dukalah kita dapat menarik pelajaran-pelajaran penting tentang hidup. Dan hanya di rumah pesta kita dapat menarik pelajaran-pelajaran tentang kematian...

Farewell Brother Billy Winata, may God meet us together in eternity...

I Not Stupid!

>> Monday, March 2, 2009

Terry Khoo, Liu Kok Pin dan Ang Boon Hock adalah tiga orang anak yang 'terperangkap' dalam level EM3, level terendah dalam status akademis di salah satu sekolah di Singapura. Terry adalah seoarng anak dari keluarga kaya, Kok Pin dari keluarga ekonomi menengah dan Boon Hock dari kelas yang bawah. Mereka bertiga mengalami tantangan dalam pendidikan dan pembelajaran mereka. Dengan kata lain, tergolong bodoh dari sisi akademik. Prestasi mereka cenderung dilihat hanya dari nilai akademik matematika dan bahasa inggrisnya. Mereka memiliki tantangan berat, baik di sekolah maupun di rumah. Mereka sering dilecehkan di sekolah karena 'kebodohan' mereka. Demikian juga di rumah, khususnya, Kok Pin mengalami kekerasan fisik oleh ibunya karena kelemahannya ini.

Jack Neo, sang sutradara, penulis naskah sekaligus salah seorang aktor dalam film ini telah membukakan satu hal penting dalam pendidikan: Tidak ada siswa yang bodoh!

Ketiga anak ini, di sisi lain, memiliki potensi yang tak terukur oleh sistem evaluasi sekolah. Terry adalah seorang yang amat patuh, polos dan rela berkorban. Kok Pin seorang yang terampil dalam menggambar dan Boon Hock adalah pekerja keras dan pemberani. Di sekolah memang mereka digolongkan menjadi anak-anak yang tidak berhasil, namun di luar pagar sekolah mereka adalah anak-anak yang berharga, karena kelebihan mereka itu. Seorang guru mereka melihat hal ini dan melejitkan potensi mereka.

Tidak ada siswa yang bodoh, demikian kata orang. Saya setuju akan hal ini. Hanya butuh sudut pandang yang berbeda, kesabaran dan tekun untuk memotivasi anak-anak yang lemah dalam sisi akademik. Mereka adalah ciptaan Tuhan, dan mereka diciptakan Tuhan untuk suatu tujuan. Guru adalah salah satu perpanjangan tangan Tuhan untuk melakukan hal ini.